Pedoman Obelia untuk Mahasiswa Baru program studi Pendidikan Biologi 2017, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam Jember, dapat diunduh disini
Selasa, 17 Oktober 2017
Jumat, 21 Juli 2017
Misteri Otak Manusia
Otak merupakan
bagian dari tubuh manusia yang kompleks dan sulit untuk dimengerti.
Bagaimana otak bekerja dan bagaimana otak dapat memengaruhi tingkah laku
manusia? Itu salah satu pertanyaan yang hingga kini belum dapat
dijelaskan dengan gamblang.
Peneliti telah menggunakan berbagai
cara, mulai dari teknologi paling konvensional hingga modern, demi
memecahkan berbagai pertanyaan mengenai otak manusia. Namun, hasilnya,
tetap saja ada beberapa hal yang belum terurai, menyisakan misteri
sampai detik ini. Berikut beberapa misteri tentang otak:
Seberapa cepat otak manusia bekerja?
Pernahkah
menyadari seberapa cepat seseorang bisa mengenali wajah orang lain,
lagu, bahkan bau secara instan? Setiap orang akan punya jawaban yang
berbeda-beda. Namun, para peneliti bertanya-tanya, seberapa cepat otak
manusia bekerja dan memproses informasi? Otak mampu menyortir berbagai
informasi dengan kecepatan yang luar biasa, kemudian menghasilkan satu
pemikiran, tingkah laku, atau memori.
Dari mana asalnya kepribadian?
Pernahkah
terpikir dari mana asal kepribadian seseorang? Apakah benar kepribadian
seseorang ditentukan oleh otak? Ataukah kepribadian dipengaruhi oleh
gen, aspek psikologis, dan lingkungan? Lalu bagaimana bisa seseorang
yang berada dalam kondisi yang sama lalu dapat memiliki kepribadian yang
sama sekali berbeda?
Mengapa seseorang tidur dan bermimpi?
Tidur
jadi kebutuhan yang sangat penting bagi manusia, tetapi mengapa? Tidak
ada alasan pasti mengapa tidur bisa mengembalikan energi seseorang. Ini
masih membuat peneliti kebingungan.
Sama halnya saat seseorang
bermimipi. Peneliti mereka-reka dari mana asal muasal mimpi. Sejauh ini,
mimpi masih menjadi misteri yang telah ada sejak ribuan tahun yang
lalu.
Bagaimana seseorang menyimpan memori?
Apa
menu makan siangmu? Siapa pacar pertamamu? Kira-kira, di mana seluruh
memori itu tersimpan sebelum secara sadar seseorang ingin mengingatnya?
Hampir seperti hard drive
di komputer, memori tersimpan dalam otak. Namun, tak ada yang tahu
pasti di mana memori itu berada saat seseorang tidak memikirkan mengenai
memori tersebut.
Pertanyaan lainnya yang
belum terpecahkan, bagaimana sebuah memori bisa hilang dan bahkan
tergantikan dengan memori baru yang tidak sesuai dengan kejadian
sebenarnya?
Otak manusia seperti komputer?
Berhitung,
mengingat, semua itu bisa dilakukan dengan otak. Lalu apa bedanya otak
dengan komputer yang juga bisa melakukan hal yang serupa.
Otak
bukanlah komputer karena fungsi otak membuat interaksi yang tak linear
di antara miliaran sel. Otak manusia bisa mengalkulasikan sesuatu yang
tidak bisa dilakukan oleh komputer, seperti baik dan buruk suatu hal.
Bagaimana otak berkoordinasi?
Bagaimana
seseorang bisa melakukan banyak hal dalam waktu bersamaan? Bagaimana
bisa orang membaca koran sambil menyeruput kopi ditambah mengetik pesan
pada smartphone?
Tentu, otak punya peran di dalamnya.
Otak mampu mengatur dan menyelaraskan berbagai aktivitas tersebut hingga
menjadi satu kesatuan yang utuh. Namun, caranya masih menjadi
teka-teki.
Apa itu kesadaran?
Pada
saat-saat tertentu, seperti dalam kondisi tertidur, seseorang dikatakan
tidak sadar. Sementara itu, saat terbangun, seseorang dikatakan dalam
kondisi sadar. Namun, apa itu kesadaran?
Peneliti mengungkapkan
bahwa kesadaran merupakan hasil dari interaksi kompleks yang terjadi di
otak. Namun, ada pula yang berpikir bahwa kesadaran merupakan efek
kuantum. Belum ada yang tahu pasti, apa itu kesadaran dan bagaimana hal
tersebut terbentuk.
(Sumber: www.kompas.com)
Perangi Bakteri Modern, Ilmuwan Keluarkan Senjata Ampuh Zaman Jebot
Baru satu abad berlalu sejak
antibiotik dianggap sebagai revolusi pengobatan dalam sejarah manusia.
Namun, kini sisi buruk dari “revolusi” ini telah terungkap setelah bakteri-bakteri modern yang kebal antibiotik bermunculan di seluruh dunia.
Badan Kesehatan Dunia ( WHO)
bahkan menyebut kekebalan bakteri sebagai “salah satu ancaman terbesar
untuk kesehatan global, keamanan pangan, dan perkembangan masa kini” dan
menurut Centers for Disease Control and Prevention, ada dua juta kasus
dan 23.000 kematian akibat infeksi yang kebal antibiotik di Amerika
Serikat setiap tahunnya.
Untuk menangani hal ini, para ilmuwan pun mulai melihat kembali catatan mereka mengenai sebuah senjata ampuh dari awal 1900-an.
Disebut bacteriophage yang berarti “pemakan bakteri”, senjata ini
sebenarnya tidak benar-benar memakan bakteri, melainkan virus yang
menginfeksi bakteri kemudian meledakkannya dengan mereplika diri.
Kemampuan ini pertama kali diamati oleh ilmuwan Inggris, Frederick
Twort, pada tahun 1915 dan dua tahun kemudian kembali dikonfirmasikan
oleh pakar mikrobiologi Kanada dan Perancis, Felix d’Herelle.
Akan tetapi, bacteriophage sangat sulit untuk diisolasi, dimurnikan,
dan diaplikasikan kepada manusia. Dikombinasikan dengan kemunculan
antibiotik yang tersedia dalam jumlah banyak dan efektif membunuh
bakteri, bacteriophage pun dengan segera dilupakan oleh dunia
pengobatan.
Kini, senjata ampuh ini dibangkitkan kembali dengan nama baru, yakni
terapi phage. Semakin banyak juga para pakar pengobatan yang menggunakan
terapi ini untuk mengobati penyakit bakteri yang gagal diobati oleh
antibiotik. Pada tahun 2016, misalnya, terapi ini terbukti mampu
menyelamatkan seorang pria di San Diego yang seharusnya meninggal akibat
penyakitnya. Sejak saat itu, kesuksesan demi kesuksesan dituai oleh
terapi phage.
Carl Merril, mantal ilmuwan dari National Institutes of Health yang
telah mempelajari bacteriophage selama 50 tahun mengatakan kepada The Washington Post 2
Juli 2017, kita benar-benar membutuhkan sesuatu untuk mengobati infeksi
yang kebal antibiotik, jadi kita meniliki kembali virus-virus ini
dengan pengetahuan dan teknologi yang baru.
Sayangnya, terapi phage maupun bacteriophage belum mendapatkan
persetujuan meluas dari lembaga-lembaga kesehatan dunia seperti Food and
Drug Administation (FDA) di AS untuk digunakan kepada manusia, kecuali
dalam situasi yang mengancam jiwa seperti kasus pada tahun 2006. Namun,
beberapa negara seperti Rusia dan Georgia telah menggunakannya sebagai
alternatif dari antibiotik.
Cara Fiori, pakar mikrobiologi FDA, angkat bicara untuk menanggapi
hal ini. Dia berkata bahwa walaupun FDA menyadari potensi bacteriophage
sebagai terapi, data mengenai keefektifan terapi ini sangat terbatas,
terutama karena kurangnya percobaan klinis yang benar-benar terkontrol.
Mudah ditemukan
Salah satu kelebihan dari bacteriophage adalah kemudahannya untuk
ditemukan di mana saja, mulai dari selokan, air laut, tanah, sampai usus
manusia. Bacteriophage juga jauh lebih banyak dari jenis virus mau pun
organisme apa pun dan para peneliti mengestimasi adanya 10 juta triliun
triliun bacteriophage di dunia.
“Usus kita dipenuhi jutaan bacteriophage yang terus-menerus mencoba
untuk membunuh bakteri di dalam usus kita. Oleh karena itu, bakteri pun
selalu berevolusi untuk menghindari phage yang mengejar mereka,” kata
Robert T Schooley, ketua divisi penyakit menular di University of
California.
Selain itu, berlawanan dengan antibiotik yang membunuh semua bakteri,
termasuk yang menguntungkan kita, bacteriophage hanya menarget satu
bakteri spesifik saja. Lalu, semakin sering digunakan, bacteriophage
juga semakin sering mereplika dan semakin efektif dalam membunuh bakteri
tersebut.
Kuncinya adalah mencocokkan bacteriophage yang cocok untuk setiap
bakteri yang menjangkiti manusia. Para ilmuwan pun optimis. Dengan
jumlah dan varian bacteriophage yang luar biasa banyak, mereka yakin
bahwa setiap bakteri memiliki setidaknya satu bacteriophage yang dapat
membunuhnya.
(Sumber: www.kompas.com)
Senin, 29 Mei 2017
Hati-hati, Merokok Bisa Bikin Anda Lebih Rentan Kanker Kulit
Peneliti Australia berhasil
menemukan bukti terkuat tentang hubungan antara merokok dan bentuk kanker kulit
yang umum.bDalam penelitian yang melibatkan hampir 19.000 orang dalam QIMR
Berghofer Medical Research Institute menemukan bahwa perokok memiliki
kemungkinan dua setengah kali lebih besar untuk mengembangkan squamous cell
carcinoma (SCC) dibandingkan yang bukan perokok.
"Jenis kanker ini tidak
mematikan seperti melanoma. Namun lebih umum terjadi dan tetap merupakan kanker
kulit yang agak serius," kata Profesor David Whiteman yang melakukan
penelitian tersebut. "Mereka bisa masuk ke dalam kulit dan menyebabkan
kerusakan dan rasa sakit," katanya. "Mereka sama sekali bukan kanker
sepele."
Tim peneliti menemukan risikonya
sangat kuat bagi yang masih perokok, dibandingkan dengan mereka yang telah
berhenti atau tidak pernah melakukannya.
"Kami juga menemukan bahwa di
kalangan perokok dan bekas perokok, risiko kanker kulit tidak terpengaruh oleh
berapa lama mereka merokok, seberapa berat mereka merokok," kata Prof
Whiteman.
Sebaliknya, tidak ditemukan bukti
bahwa perokok memiliki risiko basal cell carcinomas yang lebih tinggi
(BCC) dibandingkan non-perokok.
Penelitian tersebut melibatkan
18.828 orang Kaukasia di Queensland yang berusia antara 40 sampai 69 tahun dan
tidak pernah didiagnosis menderita kanker kulit.
Prof. David Whiteman dan timnya
melacak seberapa banyak kanker kulit yang umum terjadi dalam kelompok ini
selama tiga tahun. Ini merupakan penelitian kanker kulit terbesar dan terlama
di Australia.
Penelitian dimulai tahun 2010 dan
masih akan berlanjut selama lima tahun ke depan. Tujuannya untuk lebih memahami
hubungan genetika antara faktor risiko lingkungan dan bagaimana kerentanan
seseorang yang menambah kemungkinan terkena kanker kulit.
"Kami belum mengerti bagaimana
merokok dapat meningkatkan risiko squamous cell carcinoma, namun temuan ini
sangat menyarankan dengan berhenti merokok, para perokok akan menurunkan risiko
ke tingkat yang sama dengan mereka yang tidak pernah merokok," katanya. "Ini
adalah alasan lain untuk berhenti (merokok)," tambahnya. Temuan penelitian
ini telah dipublikasikan di Journal of Investigative Dermatology.
Source: http://sains.kompas.com/read/2017/05/26/195401623/hati-hati.merokok.bisa.bikin.anda.lebih.rentan.kanker.kulit
Mengapa Puasa Malah Bikin Anda Tambah Gendut?
Di bulan suci ini, semua umat Islam
diwajibkan untuk berpuasa. Makan dan minum hanya diperbolehkan ketika matahari
sudah tak lagi terlihat lagi di langit, tetapi aktivitas harus tetap berjalan
seperti biasa.
Bila demikian, puasa seharusnya
membantu menurunkan berat badan bukan? Jika biasanya makan bisa tiga hingga
empat kali sehari, kini Anda harus menahan lapar dan makan hanya dua kali
sehari dengan waktu istirahat yang lebih pendek.
Namun, beberapa penelitian justru
menemukan bahwa berpuasa selama Ramadhan malah dapat menjadi penyebab kenaikan
berat badan.
Hal ini karena memakan banyak kalori
pada subuh dan malam hari, disertai dengan aktivitas yang lebih lambat akibat
kurangnya energi, dapat merusak metabolisme Anda. Ketika puasa berakhir dan
pola makan kembali seperti biasa, tubuh Anda tidak dapat beradaptasi dengan
cukup cepat dan menyebabkan kenaikan berat badan.
Sebuah studi
yang menganalisa 35 penelitian dari Asia Barat, Afrika, Asia Timur, Amerika
Utara, dan Eropa mengenai hubungan antara puasa di bulan Ramadan dengan berat
badan adalah salah satu yang mengobservasi fenomena ini.
Behnam Sadeghirad dari Kerman
Neuroscience Research Center, University of Medical Sciences, Kerman, Iran, dan
kolega menulis bahwa berpuasa selama Ramadhan menyebabkan penurunan berat badan
yang cukup signifikan, sekitar 1,5 kilogram untuk pria dan 0.9 kilogram untuk
wanita. Sayangnya, berat tersebut rata-rata kembali dalam dua minggu setelah
puasa dihentikan.
Walaupun demikian, bukan berarti
bahwa berpuasa sama sekali tidak bermanfaat untuk penurunan berat badan. Menurut
para peneliti, selain untuk mendekatkan diri dengan Tuhan, Ramadan adalah
kesempatan yang baik untuk menurunkan berat badan. Akan tetapi, perubahan gaya
hidup yang terstruktur dan konsisten setelah selesai berpuasa tetap dibutuhkan
untuk membuat efeknya bertahan lama.
Source: http://sains.kompas.com/read/2017/05/27/110700623/mengapa.puasa.malah.bikin.anda.tambah.gendut.
Sabtu, 27 Mei 2017
Age of Extinction?
Manusia
telah menghuni bumi berabad-abad yang lalu. Dengan kecerdasan dan teknologinya,
manusia membangun peradaban yang seakan tak mau kalah oleh perputaran waktu.
Manusia berpacu dan berlomba menjadi yang paling unggul dari yang lain. Berbagai
teori, teknologi dan penemuan baru mereka ciptakan. Seakan tidak boleh ada
ruang kosong di bumi tanpa menyertakan aneka macam penemuan.
Seiring
waktu yang berlalu, manusia mulai lupa akan eksistensinya. Mereka mulai
melakukan hal-hal yang dapat mengancam spesies mereka sendiri. Atau, bahkan
menghapus cerita yang telah diukir.
Tak
perlu dipungkiri, bahwa dewasa ini manusia seakan mengejar predikat juara
sebagai perusak alam terhebat. Entah mereka bodoh atau membodohi diri mereka
sendiri. Manusia tahu bahwa ia sangat membutuhkan alam untuk penunjang
kehidupannya, baik itu untuk makan, minum atau yang lainnya. Sebuah contoh
sederhana, kita dapat menyaksikan setiap saat dengan mudahnya manusia membuang
sampah sembarangan, seakan tanah yang mereka pijak adalah mahakarya dirinya.
Mereka lupa bahwa sampah anprganik dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah,
yang imbasnya tumbuhan juga kesulitan bertahan hidup. Apa kita tidak tahu bahwa
oksigen dihasilkan tumbuhan? Kita tidak tahu? Mungkin kita benar-benar bodoh
atau tidak memiliki akal sedikitpun.
Lagi,
setiap tahun kita dapat menyaksikan kebakaran hutan akibat tindakan deforestasi
dengan alasan pembukaan lahan dan semacamnya. Lagi-lagi mereka lupa bahwa
tindakan mereka dapat mengancam keselamatan jiwa mereka sendiri dan orang lain.
Entah siapa yang bersalah dan siapa yang harus disalahkan.
Belum lagi perlombaan senjata
di bidang militer, semisal senjata nuklir. Hal ini semakin menegaskan bahwa
manusia mulai menyusun rencana untuk menghapuskan cerita mereka sendiri di atas
bumi. Atas nama keamanan, keadilan, dan hak, mereka tetap ngotot membangun
senjata dan berlomba-lomba menciptakan senjata canggih hingga pemusnah masal.
Padahal efek dari senjata nuklir sungguh mengerikan, dengan satu ledakan dapat
menghanguskan daerah ledakannya hinggak radius berkilo-kilometer. Mereka yang
tidak terbunuh oleh ledakannya, harus menanggung efek psikologis yang tiada
terkira. Belum lagi dampak radiasi dan mutasi gen.
Kita seharusnya tidak
lupa dengan amanah yang telah tuhan titipkan di tangan kita sebagai khalifah di
muka bumi, atau kita memang menginginkan nasib seperti dinosaurus. So, let’s
keep our earth! (Sifa')
Homo Sapiens yang Sakit
Judul di atas bisa jadi merupakan arti sesungguhnya dari beberapa
kata bahwa sebagai manusia kita merupakan makhluk pembelajar (homo sapiens)
yang bisa jadi dalam kondisi sakit. Sakitnya para pembelajar seperti orangtua,
para guru, atau siswa serta siapa saja yang masih sadar akan pentingnya
berinteraksi, bisa jadi karena belajar merupakan proses pemanfaatan semua
potensi manusia yang berpikir sekaligus merasakan.
Berpikir
dan merasa ialah dua kendali yang melibatkan hati dan pikiran, sedangkan wadah
untuk berpikir dan merasa ialah badan atau fisik manusia yang habitatnya selalu
ingin mencoba, entah dalam bentuk bermain, bergerak, dan sebagainya.
Seseorang
dikatakan sebagai pembelajar yang sakit karena hakikat belajarnya tidak terjadi
keseimbangan antarahati, pikiran, dan kondisi badan.
Akibat
yang muncul ialah menyedihkan, yaitu kebodohan, kemiskinan, dan pada tingkat
tertentu ialah kemunafikan yang suram karena penuh kepalsuan dan kebohongan.
Mungkin
ini yang sedang terjadi dalam diri saya ketika badan ditimpa kesakitan luar
biasa karena kanker, jangan-jangan itu merupakan akibat dari tidak seimbangnya
hati dan pikiran dalam mengelola pengalaman belajar yang sungguh kompleks dan
sulit menghadang interaksi antara keinginan yang ideal dan kenyataan yang
sesungguhnya terjadi.
Terus
merasa dan berpikir Dalam pandangan para ahli hikmah, manusia disebut sebagai
hewan yang berpikir (al-insaan hayawan al-naathiq). Berpikir (think) itu kata kerja, sebuah kerja yang menggunakan
otak (brain) agar manusia dapat menggunakan akal pikirannya (mind) dalam
melakukan sesuatu.
Namun, menggunakan otak saja tak
cukup. Karena itu, otak perlu penuntun. Fungsi penuntun diletakkan di hati,
sebuah benda yang tak jelas posisinya karena ketika kita mengatakan ‘hati’ kita
selalu memegang bagian dada kita, tempat jantung dan paru-paru berada.Hati,
jika tak salah, letaknya di bagian belakang dan bawah perut.Dalam bahasa agama,
jika otak sudah dipadukan dengan hati, seseorang dapat disebut telah berakal
(sensible), sebuah potensi yang membuat manusia berbeda dan disebut hewan yang
berpikir, hewan yang memiliki otak paling lengkap dan sempurna.
Dalam laporan PubMed misalnya, sejak
1996 sampai dengan 2000, setiap tahun rata-rata dibuat sekitar 30.000 laporan
penelitian dan karya ilmiah tentang otak.
Namun, ribuan ilmuwan tersebut masih
mengatakan,
“There is more we do NOT know about
the brain, than what we do know about the brain.” (Masih banyak yang TIDAK kita
ketahui tentang otak daripada yang telah kita ketahui tentangnya).
Betapa luas Tuhan menciptakan
‘seonggok benda’ bernama otak yang begitu rumit dan sempurna. Seberapa besar
pengetahuan kita dan guru-guru tentang otak?
Saya ingin membayangkan seorang
tukang reparasi komputer, tentu dalam rangka menjaga profesionalitasnya akan
sangat berhati-hati dalam memperbaiki dan mengisi berbagai jenis program ke
dalam memori komputer. Karena itu, sudah sepantasnya jika para guru memahami
fungsi otak secara baik agar mereka memiliki kehati-hatian dalam memasukkan
informasi berharga kepada anak didiknya. Namun, sayangnya ini kenyataan,
seseorang kadang berhasil di tempat terluar dari dirinya, tetapi gagal dalam
mengelola kebutuhan kejiwaan anak-anaknya.
Perasaan sakit saya kali ini lebih
banyak karena merasa gagal menjadi orangtua karena kurang hati-hati ketika dulu
mencoba memasukkan memori dalam benak anak-anak. Jangan-jangan ada ribuan
orangtua seperti saya yang selalu memberikan memori negatif ke dalam relung
jiwa dan pikiran anak-anaknya.
Hanya mencoba Sebagai pembelajar,
kesadaran sangat diperlukan untuk melihat bahwa kesalahan ialah hal mutlak yang
bisa terjadi pada siapa saja. Karena itu, meskipun menjadi orang yang sempurna
ialah sebuah kemustahilan, mencobanya merupakan keinginan untuk terus belajar
dari kesalahan. Dalam mengajar, para guru jelas harus memiliki jiwa pantang
menyerah dan terus mencoba meskipun itu salah.
Saya teringat penulis The Alchemist,
Paulo Coelho, yang dalam kumpulan nasihat sederhana dan memikatnya Warrior of
the Light: A Manual (2011), menulis “The warrior of the light is always trying
to improve. A warrior of the light is always committed. He is the slave of his
dream and free to act”.
Sebagai sebuah catatan pendek
tentang betapa pentingnya menerima kegagalan, menghargai kehidupan, dan
mengubah jalan hidup untuk mengubah takdir seseorang, buku itu sarat akan pesan
moral tentang laku spiritual seorang pejuang sejati.
Sebagai seorang ayah, penting bagi
bagi saya untuk selalu mencoba menjadi figur yang dapat memberikan teladan
tentang laku-spiritual seorang ayah, layaknya para pejuang sejati seperti
pernah ditunjukkan oleh para tokoh, seperti Soekarno, Hatta, Tjokroaminoto, dan
Agus Salim meskipun saya tidak akan mungkin menyamai peran mereka.
Dalam konteks pendidikan secara
umum, saya selalu meminta para guru di Sekolah Sukma Bangsa untuk belajar dari
perspektif Joseph Campbell dalam Hero’s Journey, bahwa perjalanan hidup setiap
pembelajar sejati pasti akan melalui enam tahapan penting. Enam tahapan itu,
yaitu innocence, the call, initiation, allies, breakthrough, dan celebration. Sebelum
seseorang dikatakan sebagai pahlawan, pasti mereka ialah orang biasa dan
bersahaja (innocence). Barulah ketika mereka merasa ada sesuatu yang harus
diperjuangkan dan merasa terpanggil (the call, beruf) untuk melakukan sesuatu,
maka dimulailah perjalanan seseorang untuk menjadi pembelajar dan pejuang
sejati.
Melalui sebuah usaha dan kerja keras
serta melalui rintangan dan tantangan yang hebat (initiation), seorang calon
pembelajar sejati pastilah membutuhkan teman satu visi dan misi (allies) untuk
mencapai tujuan perjuangannya. Dari pertemanan inilah diharapkan akan muncul
berbagai ide dan terobosan (breakthrough) yang akan memudahkan seseorang
mencapai sasaran dan tujuan yang dikehendaki. Barulah setelah itu seseorang
bisa dikatakan sebagai pembelajar sejati (celebration) karena dapat membuktikan
dirinya berhasil dan bermanfaat bagi sesama bukan hanya karena kerja kerasnya
secara pribadi, melainkan melalui sebuah kesepakatan dan bantuan
teman-temannya.
Selain itu, pembelajar sejati juga
penting untuk mengetahui dan menggunakan kata honesty meskipun sulit
dilaksanakan.
Saya teringat penyanyi Billy Joel
yang mendendangkan dengan penuh kesungguhan lagu honesty yang hits di era
1980-an. Salah satu ungkapan yang menusuk akal dan hati soal honesty dalam lagu
tersebut adalah ungkapan honesty is such a lonely word. Kejujuran hanya sebuah
kata tunggal, sendiri, kesepian, dan seolah memang tak punya kawan.
Kata ini dalam proses pendidikan
kita memang berjalan sendiri dan kesepian karena tak dilekatkan pada persepsi
siswa dan guru secara nyata dan sungguh-sungguh dalam proses belajar-mengajar.
Honesty (kejujuran) ialah pangkal
segala akibat baik dan buruk kehidupan manusia. Jika diabaikan untuk
dipraktikkan, dia akan berakibat negatif ke dalam seluruh aspek kehidupan kita.
Sebaliknya, jika kejujuran menjadi landasan semua tindakan pembelajaran,
praktik kecurangan, koruptif, perang, kerusuhan, dan sebagainya akan dengan
sendirinya menghilang. Pertanyaannya adalah sedemikian sulitkah menanamkan
kejujuran kepada diri sendiri dan anak-anak kita di sekolah?
Jawabannya ialah, sangat sulit, jika
itu dikembalikan kepada diri sendiri, anak-anak, keluarga, dan lembaga
pendidikan. Sebagai seorang ayah, selain kata maaf untuk semua anak-anak dan
istri, tak ada lagi yang bisa dilakukan kecuali berharap semoga ada kata maaf
lainnya yang tumbuh atas kesalingtergantungan satu sama lain
Sumber
: http://widiyanto.com/homo-sapiens-yang-sakit/